Sejarah Tjong A Fie
The History The Tjong A Fie Mansion
Tjong Fung Nam yang
lebih populler dengan nama gelarnya dengan Tjong A Fie dilahirkan tahun 1860 di
desa Sungkow daerah Moyan atau Meixien dan berasal dari suku Khe atau Hakka. Ia
berasal dari keluarga sederhana, ayahnya yang sudah tua memiliki sebuah toko
kelontong. Bersama kakaknya Tjong Yong Hian, Tjong A Fie harus meninggalkan
bangku sekolah dan membantu mejaga toko ayahnya. Walaupun hanya mendapatkan
pendidikan seadanya, tetapi Tjong A Fie ternyata cukup cerdas dan dalam waktu
singkat dapat menguasai kiat-kiat dagang dan usaha keluarga yan dikelolanya
mendapat kemajuan. Tapi, Tjong A Fie rupanya mempunyai suatu cita-cita lain, ia
ingain mengadu nasib di perantauan untuk mencari kekayaan dan menjadi manusia
terpandang. Tekad inilah yang mendorongnya meninggalkan kampusng halamannya dan
pergi ke Hindia Belanda.
Dalam usia 18 tahun
dengan berbekal 10 dolar perak uang Manchu yang diikatkan ke ikat pinggangnya,
Tjong A Fie meninggalkan kampung halamannya, menyusul kakaknya Tjong Yong Hian,
yang sudah lima tahun menetap di Sumatera. Pada tahun 1880, setelah
berbulan-bulan berlakyar dengan Junk, ia tiba di Labuhan Deli. Tjong A Fie
adalah seorang yang berwatak mandiri dan tidak mau menggantungkan diri pada
orang lain terutama kepada kakaknya, Tjong Yong Hian yang telah menjadi Letnan
dan telah berhasil memupuk kekayaan dan menjadi pimpinan orang Tionghoa yang
dihormati. Ia kemudian bekerja serabutan di toko kelontong Tjong Sui Fo dari
memegang buku, melayani langganan di toko, menagih utang dan tugas-tugas
lainnya. Ia juga pandai bergaul, bukans aja dengan sesama orang Tionghoa,
tetapi dengan orang Melayu, Arab, India, maupun orang Belanda. Ia juga belajar
bercakap-cakap dengan bahasa Melayu yang menjadi bahasa pergaulan yang dipakai
oleh berbagai macambangsa di tanah Deli.
Tjong A Fie tumbuh
menjadi sosok yang tangguh, Peranan Tjong A Fie dalam Pembangunan di Sumatera
menjauhi candu, perjudian, mabuk-mabukan dan pelacuran. Ia menjadi teladan dan
menampilkan watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering menjadi penengah
jika terjadi perselisihan di antara orang Tionghoa atau dengan pihak lainnya.
Di daerah perkebunan yang juga sering terjadi kerusuhan di kalangan buruh
perusahan Belanda yang kadang-kadang menimbulkan kekacauan . Karena
kemampuannya, Tjong A Fie kemudian diminta Belanda untuk membantu mengatasi
berbagai permasalahan. Ia kemudian diangkat menjadi Letnan (liutenant) Tionghoa
dan karena pekerjaannya tersebut ia pindah ke kota Medan. Karena prestasinya
yang luar biasa, dalam waktu singkat pangkatnya dinaiikan menjadi Kapten
(Kapiten) Di tanah Deli, Tjong A Fie mempunya pergaulan yang luas dan terkenal
sebagai pedagang yang luwes dan dermawan, Ia kemudian membina hubungan yang
baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsjah dan Tuanku Raja
Moeda. Atas kesetiakawanan yang tinggi, maka Tjong A Fie berhasil mengjadi
orang kepercayaan Sultan Deli dan mulai menangani beberapa urusan bisnis.
Dengan demikian ia memperoleh reputasi yang baik dan terkenal di seluruh Deli.
Ia terkenal baik di kalangan pedagang maupun orang Eropa, serta pejabat
pemerintah setempat. Hubungan yang baik dengan Sultan Deli ini menjadi
awal sukses Tjong A Fie dalam dunia bisnis. Sultan memberinyakonsesi penyediaan
atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau antara lain untuk pembuatan
bangsal.
Tjong A Fie menjadi
orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan tembakau. Ia juga mengembangkan
usahanya di bidang perkebunan teh di Bandar Baroe, di samping perkebunan teh si
Boelan. Ia juga memiliki perkebunan kelapa yang sangat luas. Di Sumatera Barat
ia menanamkan modalnya di bidang pertambangan di daerah Sawah Luntoh, Bukit
Tinggi.
Bersama kakaknya Tjong
Yong Hian, Tjong A Fie bekerjasama dengan Tio Tiaw Siat alias Chang Pi Shih,
paman sekaligus konsul Tiongkok di Singapura mendirikan perusahaan kereta api
The Chow-Chow & Swatow Railyway Co.Ltd. di daerah Tiongkok Selatan yang
menghubungkan kedua kota tersebut. Untuk jasanya mereka sempat beraudiensi
dengan ibu suri Tsu Hsi.
Ketika Tjong Yong Hian
meninggal dunia tahun 1911, Tjong A Fie diangkat mengjadi penggantinya dan
pangkatnya dinaikkan menjadi mayor. Sepanjang hidupnya ia banyak berbuat sosial
dan senang menolong orang miskin. Tjong A Fie adalah tokoh pembangunan di
Sumatera Utara. Sepanjang hidupnya selama di Medan telah banyak menyumbangkan
hartanya untuk kepentingan sosial dengan membangun sarana-sarana untuk
kepentingan umum dan menolong orang miskin tanpa membedakan warna kulit, suku
dan agama dan golongan bangsa seperti yang tersurat dalam wasiatnya.
Kedermawanan dan
kepedulian sosial yang masih terlihat hingga saat ini adalah Titi Berlian
(jembatan di kampong Madras) yang dibangun untuk menghormati abangnya Tjong
Yong Hian sekaligus untuk kepentingan masyarakat luas. Tjong A Fie juga
membangun klenteng, masing-masing di Jl.Kling (dulunya di Klingenstraat)dan
Pulo Brayan. Ia juga menyediakan tempat pemakaman di Pulo Brayan dan mendirikan
perkumpulan kematian yang bertugas untuk merawat pasien berpenyakit lepra di
Pulau Sicanang. Rasa Hormatnya kepad aSultan Deli, Makmoen Al Rasjid dan
penduduk Islam Medan, diwujudkan dengan mendirikan Mesjid Raya Medan dengan
menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunannya.
Tjong A Fie juga
membiayai seluruh biaya pembangunan mesjid Gang Bengkok di dekat tempat
kediamannya di Jalan Kesawan, Di kota Medan bahkan di seluruh Sumatera Timur
Tjong A Fie sangat terkenal karena kedermawanannya. Banyak sekolah yang
mendapat bantuannya. Baik sekolah Kristen, Islam maupun sekolah
Tionghoa. Ia juga
menyediakan tanah untuk pembangunan sekolah Methodist di Medan. Tjong A Fie
bukan hanya memberi sumbangan pada berbagai klenteng, mesjid dan gereja, tetapi
juga kuil-kuil HIndu tempat beribadah orang-orang India. Di Jembatan Berlian
juga terdapat prasasti yang mencantumkan nama Tjong A Fie sebagai
penyumbangnya, demikian juga jam besar di puncak gedung Balai Kota yang lama
adalah sumbangannya. Di Klengteng Kek Lok Si di Ayer Itam, Penang sampai
sekarang masih berdiri patung Tjong A Fie. Demikian terkenalnya Tjong A Fie
sebagai dermawan, sehingga untuk beberapa waktu lamanya di kota Medan dan
Tebing Tinggi ada satu jalan identik dengan namanya.
Sebagai pemimpin
masyarakat Tionghoa, Tjong A Fie sangat dihormati dan disegani, karena ia
pandai memadukan kekuatan ekonomi dan kekuatan politik. Kerajaan bisnisnya
meliputi perkebunan, pabrik minyak sawit, pabrik gula, bank dan perusahaan
kereta api. Pada masa sebelum ia meninggal dunia, lebih dari 10.000 orang
yang bekerja di berbagai perusahaannya. Dengan rekomendasi Sultan Deli, Tjong A
Fie menjadi anggota gemeenteraad (dewan kota) dan cultuurraad (dewan
kebudayaan). Ia juga lalu diangkat sebagai penasehat pemerintah Hindia Belanda
untuk urusan Tiongkok.
Ketika masih di
kampungnya di daratan Tiongkok, Tjong A Fie telah menikah dengan Nona Lee.
Kemudian, ketika di Labuhan Deli ia menikah dengan Nona Chew dari Penang dan
mempunyai tiga orang anak: Tjong Kong Liong, Tjong Song-Jin dan Tjong Kwei-Jin.
Istri keduanya ini kemudian meninggal dunia. Untuk ketiga kalinya ia menikah
dengan Lim Koei Yap yang lahir tahun 1880 di daerah Timbang Langkat, Binjai.
Mertuanya ini adalah kepala mandor perkebunan tembakau di Sungai Mencirim yang
mengepalai ratusan orang kuli kontrak . Dari Lim Koei Yap ia memperoleh tujuh
orang anak: Tjong Foek-Yin (Queeny), Tjong Fa-Liong, Tjong Khian-Liong, Tjong
Kaet Liong (Munchung), Tjong Lie Liong (Kocik), Tjong See Yin (Noni) dan Tjong
Tsoeng-Liong (Adek).
Pada 4 Februari 1921,
Tjong A Fie meninggal dunia karena apopleksia atau pendarahan otak, di
kediamannya di Jalan Kesawan, Medan. Seluruh kota Medan gempar dan turut berkabung,
ribuan orang pelayat datang berduyun-duyun bukan saja dari kota Medan, tetapi
dari berbagai kota di Sumatera Timur, Aceh, Padang, Penang, Malaysia, Singapura
dan Pulau Jawa. Upacara pemakamannya berlangsung dengan megah dan penuh
kebesaran sesuai dengan tradisi dan kedudukannya pada masa itu. Karena
kedermawanannya, tanpa membeda-bedakan bangsa, ras, agama dan asal-usul, Tjong
A Fie telah menjadi legenda dan namanya dikenang oleh penduduk kota Medan dan
sekitarnya.
Empat bulan sebelum
meninggal dunia, Tjong A Fie telah membuat surat wasiat di hadapan
notaris Dirk Johan Facquin den Grave. Isinya adalah mewariskan seluruh
kekayaannya di Sumatera maupun di luar Sumatera kepada Yayasan Toen Moek
Tong yang harus didirikan di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal dunia.
Yayasan yang berkedudukan di Medan diminta untuk melakukan limahal. Tiga
diantaranya untuk memberikan bantuan keuangan kepada kaum muda yang berbakat
dan berkelakuan baik serta ingin menyelesaikan pendidikannya, tanpa membedakan
kebangsaan. Yayasan ini juga harus membantu mereka yang tidak memapu bekerja
dengan baik karena cacat tubuh, buta, atau menderita penyakit berat. Juga
yayasan diharapkan membantu para korban bencana alam tanpa memandang kebangsaan
atau etnisnya.
The Tjong A Fie Memorial Institure
Jl. Jend A. Yani No. 105 Medan
North Sumatera – Indonesia
Jl. Jend A. Yani No. 105 Medan
North Sumatera – Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar