Ada banyak alasan orang untuk menikah. Ada yang bilang bahwa pasangannya
enak diajak bicara. Ada yang bilang pasangannya sangat perhatian. Ada
yang bilang merasa aman dekat dengan pasangannya. Ada yang bilang
pasangannya macho atau sexy. Ada yang bilang pasangannya pandai melucu.
Ada yang bilang pasangannya pandai memasak. Ada yang bilang pasangannya
pandai menyenangkan orang tua. Pendek kata kebanyakan orang bilang dia
COCOK dengan pasangannya.
Ada banyak alasan pula untuk bercerai.
Ada yang bilang pasangannya judes, bila diajak bicara cenderung
emosional. Ada yang bilang pasangannya sangat memperhatikan pekerjaannya
saja, lupa kepada orang-orang di rumah yang setia menunggu. Ada yang
bilang pasangannya sangat pendiam, tidak dapat bertindak cepat dalam
situasi darurat, sehingga merasa kurang terlindungi.
Ada yang bilang pasangannya kurang menggairahkan.
Ada
yang bilang pasangannya gak nyambung kalau bicara. Ada yang bilang
masakan pasangannya terlalu asing atau terlalu manis. Ada yang bilang
pasangannya tidak dapat mengambil hati mertuanya. Pendek kata kebanyakan
orang bilang bahwa dia TIDAK COCOK LAGI dengan pasangannya.
Kebanyakan
orang sebetulnya menikah dalam ketidakcocokan. Bukan dalam kecocokan.
Dr. Paul Gunadi menyebut kecocokan-kecocokan diatas sebagai sebuah ilusi
pernikahan. Dua orang yang pada waktu pacaran merasa cocok tidak akan
serta merta berubah menjadi tidak cocok setelah mereka menikah.
Ada
hal-hal yang hilang setelah mereka menikah, yang sebelumnya mereka
pertahankan benar-benar selama pacaran. Sebagai contoh, pada waktu
pacaran dua sejoli akan saling memperhatikan, saling mendahulukan satu
dengan yang lain, saling menghargai, saling mencintai. Lalu apa yang
dapat menjadi pengikat yang mampu terus mempertahankan sebuah
pernikahan, bila kecocokan-kecocokan itu tidak ada lagi? Jawabannya
adalah KOMITMEN.
Seorang kawan saya di Surabaya membuat sebuah
penelitian, perilaku selingkuh kaum adam pada waktu mereka dinas luar
kota dan jauh dari anak /isterinya.
Apa yang membuat pria-pria tersebut selingkuh tidak perlu dijabarkan lagi.
Tetapi apa yang membuat pria-pria tersebut bertahan untuk tidak selingkuh?
Jawaban dari penelitian tersebut sama dengan diatas yaitu : KOMITMEN.
Hanya komitmen yang kuat mampu menahan gelombang godaan dunia modern pada waktu seorang pria berada jauh dari keluarganya.
Begitu pula sebaliknya, pada kasus wanita yang berselingkuh.
Komitmen
adalah sebagian dari cinta dalam definisi seorang psikolog kenamaan
bernama Sternberg. Dia menyebutnya sebagai "triangular love" atau
segitiga cinta dimana ketiga sudutnya berisi : Intimacy (keintiman),
Passion (gairah) dan Commitment (komitmen). Sebuah cinta yang lengkap
dalam sebuah rumah tangga selayaknya memiliki ketiga hal diatas.
Intimacy atau keintiman adalah perasaan dekat, enak, nyaman, ada ikatan satu dengan yang lainnya.
Passion
atau gairah adalah perasaan romantis, ketertarikan secara fisik dan
seksual dan berbagai macam perasaan hangat antar pasangan.
Commitment
atau komitmen adalah sebuat keputusan final bahwa seseorang akan
mencintai pasangannya dan akan terus memelihara cinta tersebut "until
death do us apart".
Itulah segitiga cinta karya Sternberg yang
cukup masuk akal untuk dipelihara dalam kehidupan rumah tangga. Bila
sebuah relasi kehilangan salah satu atau lebih dari 3 unsur diatas, maka
relasi itu tidak dapat dikatakan sebagai cinta yang lengkap dalam
konteks hubungan suami dan isteri, melainkan akan menjadi bentuk-bentuk
cinta yang berbeda.
Sebagai contoh :
Bila sebuah relasi hanya berisi intimacy dan commitment saja, maka relasi seperti ini biasa disebut sebagai persahabatan.
Bila sebuah relasi hanya bersisi passion dan intimacy saja tanpa commitment, maka ia biasa disebut sebagai kumpul kebo.
Bila sebuah relasi hanya mengandung passion saja tanpa intimacy dan commitment, maka ia biasa disebut sebagai infatuation (tergila-gila) .
Nah semua teman Blog saya , bagaimana bentuk cinta anda... ???
0 komentar:
Posting Komentar