Kata orang, rumah adalah tempat
kita kembali pulang. Oleh karena itu bersyukurlah bila kita masih memiliki
rumah untuk berpulang. Tidak kedinginan maupun kepanasan di pinggir jalanan.
Zeng Lingjun, mungkin bukanlah
orang kaya. Ia hanya seorang tukang reparasi sepatu dengan banyak keterbatasan.
Namun bersama istrinya, Wang Zhixia dan sang anak, Devi, Zeng tetap bisa
menikmati hidup di rumahnya yang berbentuk toilet.
Ya, toilet. Sebuah tempat yang
biasanya kita gunakan untuk membuang air besar maupun kecil. Tempat yang selalu
kita keluhkan penuh bau dan kotor. Dengan usaha Zeng dan istrinya, mereka
membuat 'kerajaan' mereka sendiri.
Toilet yang ditinggalinya ini
adalah milik sebuah hotel yang disewa Zeng dengan biaya £800 per tahun, atau
sekitar kurang dari Rp 1,5 juta. Dengan mata pencahariannya, ia dan sang istri
tak bisa membeli rumah yang besar, namun ia menyiasati toilet tersebut agar
tetap layak ditinggali olehnya dan keluarga kecilnya.
Setelah menikah beberapa
tahun lalu, Zeng dan Wang sempat menyewa sebuah apartemen yang cukup untuk
mereka. Namun akhirnya mereka kembali lagi dari bawah dan menyewa toilet
tersebut.
Zeng mengubah salah satu bilik
kamar mandi menjadi kamar tidur. Sementara menyiasati bilik toilet lainnya
menjadi lemari pakaian. Bagian depan toilet menjadi dapur mini tempat istrinya
memasak. Setiap beberapa waktu sekali, secara rutin ia memencet tombol air pada
kloset kencing pria itu untuk mengurangi bau yang muncul dari saluran pipa.
Meski begitu, Zeng merasa bahwa
rumahnya ini 'lengkap' dan cukup untuk keluarga kecilnya ini. "Santai
saja. Kita masih muda. Hidup akan membaik kalau kita mau kerja keras,"
ujarnya.
"Aku cukup bersyukur dengan
apa yang kumiliki sekarang. Lebih baik di sini daripada di luar sana,"
kata Zeng.
Meski ia sudah punya rumah, ia
memang masih bekerja keras untuk bisa membuat kehidupan keluarganya lebih baik.
Namun setidaknya, ia punya tempat untuk pulang dan tempat di mana ia bisa
berkumpul bersama keluarga kecilnya.
Hidup ini kadang miris dan
ironis. Ada yang tinggal di dalam rumah besar namun dengan hati dan hidup yang
hampa. Ada pula yang tinggal di rumah sempit namun dengan kehangatan dan canda
tawa.
Semoga dengan kisah hidup Zeng,
kita bisa belajar menghargai apa yang kita miliki. Meski terbatas, namun ia
tetap optimis dan sanggup bekerja keras demi keluarga.
0 komentar:
Posting Komentar