“Guru, apa yg harus kulakukan supaya aku bisa menemukan cinta sejatiku”, tanya seorang pemuda.
“Pulanglah lewat jalan dimana kamu datang dan punggutlah satu batu yg menurutmu paling indah. Besok bawalah padaku batu itu”, jawab sang guru.
Walaupun bingung dengan jawaban sang guru pemuda ini tetap melaksanakan
titah sang guru. Pemuda ini percaya bahwa sang guru akan memberikan
nasehat yang bijak. Maka tanpa bertanya apapun pemuda ini
melaksanakannya. Setiap batu yang bisa ditemukannya dijalan diambilnya.
Lalu dia menilai apakah batu itu indah atau tidak dengan membandingkan
dengan batu lainnya.
Keesokan paginya pemuda ini datang dengan
bercucuran keringat sambil mengendong sekarung sesuatu dipundaknya.
Setelah dibuka dan dikeluarkan isinya, ternyata isinya adalah batu. Dan
batu-batu itu memang terlihat indah dibawah terik matahari pagi itu.
“Guru, guru memintaku membawa satu batu yang menurutku paling indah,
tapi aku juga melihat banyak batu-batu lain yang indah, jadi aku
berpikir alangkah baiknya jika aku bisa memilih lebih dari satu batu.
Sekarang aku telah melaksanakan perintah guru, jadi apa hubungannya
dengan pertanyaanku kemarin dengan batu-batu ini?”, tanya pemuda ini
masih bingung.
Sang guru hanya tersenyum, lalu dilihatnya
batu-batu itu. Katanya pada pemuda ini, “Sekarang pulanglah, bawa
batu-batu ini bersamamu dan letakkan kembali dimana kamu menemukan
batu-batu ini. Besok pagi datanglah padaku”.
Pemuda ini makin
bingung dengan permintaan sang guru. Dia sudah bersusah payah menemukan
batu indah yang diminta sang guru, lebih dari satu lagi sekarang malah
disuruh untuk mengembalikan kembali kejalanan? pada tempatnya lagi
dimana ia temukan?. Walaupun dengan perasaan kecewa dan berat, pemuda
ini tetap melaksanakan perintah sang guru. Diambilnya semua batu-batu
itu dan dimasukan kembali dalam karung yang dibawanya. Lalu pemuda ini
pun pulang dengan beban dipundaknya. Sekali lagi.
Keesokan
paginya pemuda itu datang dengan tangan kosong. Wajahnya terlihat agak
cemberut. Mungkin pemuda ini kecapekan karena seharian mengendong karung
berat berisi batu-batu kemarin. Ketika pemuda ini bertemu gurunya tanpa
basa-basi ia langsung bertanya, “Sekarang apa yg harus kulakukan? Mohon
guru memberikan jawaban pada murid dan murid mohon jawaban itu harus
memuaskan”, tanya sipemuda dengan nada yang sedikit tinggi.
Sang guru tersenyum melihat muridnya yang tidak sabaran, atau lebih
tepat sudah kehilangan kesabarannya. Katanya pada pemuda ini, “Punggut
kembali satu batu yang kamu buang itu”. Kali ini sang pemuda murka.
Mukanya memerah padam. Tetapi sebelum kemarahan itu dimuntahkannya, sang
guru lalu berkata.
“Muridku, beberapa hari yang lalu kamu
bertanya padaku bagaimana menemukan cinta sejatimu bukan?”, tanya sang
guru. ”Iya guru, dan ternyata guru mempermainkanku. Jika guru tidak tahu
mengapa murid yang harus jadi korban”, jawab sang murid masih marah.
”Hohoho…, tahukah pelajaran apa yang kuberikan padamu selama tiga hari
ini?, tanya sang guru tersenyum penuh arti. ”Bagaimana murid bisa tahu?
yang guru minta hanya memunggut batu dan meletakannya kembali. Apa yang
bisa kupelajari dari memunggut batu?”, tanya murid kebingungan dengan
kemarahan semakin memuncak.
Sang guru menghela napas panjang. Dilihat mata muridnya dalam-dalam. Katanya.
“Muridku, seandainya batu itu adalah seorang manusia, seorang wanita,
sebuah batu yang kamu sebut cinta setia, kamu sebenarnya telah
menemukannya, tapi karena MATAMU YANG SILAU akan hal-hal yang indah,
kamu MENUTUP MATAMU yang KEDUA sehingga ada satu yang benar-benar batu
setiamu kamu tutupi dengan batu-batu lainnya dan itulah kesalahan
PERTAMAMU”.
“Kesalahan KEDUAmu adalah, kamu terlalu MEMPERCAYAI APA YANG DIDENGAR TELINGAMU. Saat aku memintamu mengembalikan semua batu-batu itu, kamu malah melakukannya dengan sempurna. Tapi saat aku kembali memintamu mencari kembali satu batu lagi kamu malah menjadi marah-marah”.
“Itulah mengapa sampai hari ini kamu TIDAK MENEMUKAN CINTA SEJATIMU, kamu dibutakan oleh MATAMU dan kamu DITULIKAN oleh telingamu. Kamu terlalu PERCAYA pada mereka yang kamu anggap “BIJAK”, lalu kamu mendengarkan perkataan mereka. Saat kamu telah melakukan semua nasehat yang kamu anggap “Bijak” tadi dan tidak berhasil, kamu menyalahkan mereka. Padahal, kamu sendirilah yang memilih mendengar daripada mereka”.
“Ingatlah, cinta sejatimu itu bagaikan batu indah yang kuminta padamu untuk memunggutnya. Jika kamu telah menemukannya, genggamlah erat-erat. Jangan lagi MEMBANDINGKAN dengan batu-batu indah lain dijalan. Jangan lagi MENCARI disepanjang perjalanan pulang. Karena semakin kamu mencari, semakin kamu berjalan terlalu jauh dari batu yang telah kamu pilih”.
“Tidak ada yang salah jika kamu ingin mendapatkan batu yang lebih indah, tapi yang indah saja tidak cukup. Dia harus enak digenggam. Dia harus memberi kita kenangan. Percuma kamu menemukan batu yang paling indah tapi ketika digenggam semakin lama semakin membuat tanganmu terluka sehingga mau tidak mau kamu harus membuangnya”.
“Nah muridku. Guru ingin bertanya satu kali lagi padamu. Maukah kamu membawakan satu batu yang paling indah menurutmu kepadaku?”, tanya sang guru dengan senyumannya yang bijaksana. Sang pemuda tersenyum lebar. Wajahnya ceria. Murkanya sirna. Dengan senyuman tetap merias diwajahnya pemuda ini berkata pada gurunya.
“Tentu saja guru, dan kali aku pastikan HANYA SATU BATU dan tentunya yang PALING INDAH BAGIKU“.
0 komentar:
Posting Komentar